Spencer tentang Sosiologi
Bagi Spencer, Sosiologi merupakan suatu studi evolusi dalam bentuk
yang paling kompleks. Dia menguraikan materi sosiologi secara rinci dan
sistematis dalam tiga jilid The Prinsiples of Sociology.
Menurutnya, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai hakikat
manusia secara inkorporatif dengan pendekatan makro yang berpusat pada
manusia. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari segala
gejala yang muncul dari perilaku manusia secara bersama-sama.
Spencer dalam Soekanto (1990: 444-447), objek pokok sosiologi adalah
keluarga, politik, agama, pengendalian sosial, dan industri. Tambahannya
antara lain asosiasi, masyarakat setempat, pembagian kerja, lapisan
sosial, sosiologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta penelitian
terhadap kesenian dan keindahan. Dia mengingatkan bahwa sosiologi juga
harus menyoroti hubungan timbal balik antara unsur-unsur yang ada dalam
masyarakat yang tetap dan harmonis, serta merupakan suatu integrasi,
seperti pengaruh norma-norma tersebut di atas terhadap kehidupan
keluarga serta hubungan antara lembaga politik dengan lembaga keagamaan.
Oleh karena itu, Spencer berpendapat bahwa sosiologi adalah psikologi
yang dipraktikkan dan mendapat wujud antara lain etika dan peradaban
yang terdapat dalam masyarakat.
Haryanto (tt: 14) menyimpulkan, pandangan-pandangan Spencer tentang
sosiologi mendapat pengaruh biologi dalam arti luas. Pertumbuhan suatu
disiplin ilmu sosiologi dan biologi telah menarik perhatian baru
terhadap faktor-faktor biologis di dalam perilaku manusia. Oleh para
pendukungnya, sosiologi didefinisikan sebagai “suatu studi sistematik
mengenai dasar-dasar biologis dari perilaku manusia”. Interaksi biologi
dan kebudayaan mempengaruhi perilaku manusia yang dimulai dengan
perkembangan masyarakat manusia. Banyak ahli masyarakat abad pertengahan
menganalogikan manusia dengan organisme.
Spencer menekankan pentingnya pendekatan bagi seluruh gejala yang ada
serta meningkatkan pendekatan bagi pengkajian kehidupan sosial. Berbeda
dengan anggapan masyarakat selama ini tentang semua gejala yang
berhubungan dengan masalah kemasyarakatan yang selalu dihubungkan dengan
metafisik dan agama, Spencer memperkenalkan pendekatan baru yaitu
pendekatan empiris dengan data konkret yang memisahkan antara agama dan
metafisik dengan ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan oleh siapa saja
dan kapan saja dengan hasil yang sama. Spencer adalah orang yang pertama
kali menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris yang konkret.
Pendekatan empiris ala Spencer mendapat banyak tantangan pemuka
agama. Menyadari hal itu, Spencer kemudian melakukan rekonsiliasi antara
ilmu pengetahuan dengan agama. Rekonsiliasi ini dimuat dalam bukunya
yang terbit kemudian, yaitu yang berjudul First Prinsciple. Di
sana Spencer membedakan fenomena ke dalam dua kelompok, yaitu fenomena
atau kejadian yang dapat diketahui dan fenomena atau kejadian yang tidak
dapat diketahui. Fenomena dan hal-hal yang dapat diketahui dianggap
merupakan pengalaman nyata dan mudah diterima oleh akal manusia, sedang
fenomena yang tidak dapat diketahui adalah hal-hal dan kejadian di luar
ilmu pengetahuan dan konsepsi manusia (Siahaan, 1986:119-133).
Spencer terus berusaha mencari sumber-sumber asli dan menganalisis
perkembangan aneka ragam ide yang tersirat di dalamnya. Dia memulai
dengan tiga garis besar teorinya yang disebut dengan tiga kebenaran
universal, yakni: 1) Materi yang tidak dapat dirusak; 2) Kesinambungan
gerak; dan 3) Tenaga dan kekuatan yang terus-menerus. Selain itu,
Spencer menyebutkan adanya empat dalil dari kebenaran universal
sebagaimana disebutkan di bawah ini:
- Kesatuan hukum dan kesinambungan antara kekuatan-kekuatan yang tidak pernah muncul dengan sia-sia dan abadi.
- Kekuatan ini tidak musnah akan tetapi ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan yang lain.
- Segala sesuatu yang bergerak sepanjang garis setidak-tidaknya akan dirintangi oleh suatu kekuatan yang lain .
- Ada sesuatu irama dari gerakan atau gerakan alternatif.
Spencer lebih lanjut mengatakan, evolusi dalam bentuk yang sederhana
hanyalah merupakan suatu gerak yang hilang dan redistribusi dari
keadaan. Evolusi terjadi di mana-mana dalam bentuk inorganik seperti
astronomi dan geologi, dan dalam kehidupan organik seperti biologi dan
psikologi serta kehidupan superorganik seperti sosiologi. Sedang sistem
evolusi umum yang pokok menurut Spencer (Siahaan, 1986:119-133)
meliputi:
- Ketidakstabilan yang homogen. Setiap homogenitas akan semakin berubah dan membesar serta akan kehilangan homogenitasnya karena kejadian setiap insiden tidak sama besar;
- Berkembangnya faktor yang berbeda-beda dalam rasio geometris. Berkembangnya bentuk-bentuk yang sebenarnya hanya merupakan batas dari suatu keseimbangan saja, yaitu suatu keadaan seimbang yang berhadapan dengan kekuatan-kekuatan lain;
- Kecenderungan terhadap adanya bagian-bagian yang berbeda-beda dan terpilah-pilah melalui bentuk-bentuk pengelompokan atau segregasi.
- Adanya batas final dari semua proses evolusi di dalam suatu keseimbangan akhir.
Giddings (1890) meringkas ajaran sistem sosial Spencer seperti di bawah ini (Haryanto, tt).
- Masyarakat adalah organisme atau mereka adalah superorganis yang hidup berpencar-pencar.
- Antara masyarakat dan badan-badan yang ada di sekitarnya ada suatu keseimbangan tenaga, suatu kekuatan yang seimbang antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain, antara kelompok sosial satu dengan kelompok sosial yang lain.
- Keseimbangan antara masyarakat dengan masyarakat, antara masyarakat dan lingkungan mereka, berjuang satu sama lain demi eksistensi mereka di antara warga masyarakatnya. Akhirnya konflik menjadi suatu kegiatan masyarakat yang sudah lazim.
- Di dalam perjuangan ini kemudian timbulah rasa takut di dalam hidup bersama serta rasa takut untuk mati. Rasa takut mati adalah pangkal kontrol terhadap agama.
- Kebiasaan konflik kemudian diorganisir dan dipimpin oleh kontrol politik dari agama menjadi militerisme. Militerisme pada umumnya membentuk sifat dan tingkah laku serta membentuk organisasi sosial dalam peperangan.
- Militerisme menggabungkan kelompok-kelompok sosial yang kecil menjadi kelompok sosial yang lebih besar dan kelompok-kelompok tersebut memerlukan integrasi sosial. Proses semacam ini memperluas medan integrasi sosial yang biasanya terdapat pemupukan rasa perdamaian antar sesamanya serta rasa kegotongroyongan.
- Kebiasaan berdamai dan rasa kegotongroyongan membentuk sifat, tingkah laku serta organisasi sosial yang suka pada hidup tenteram dan penuh dengan rasa setia kawan.
- Dalam tipe masyarakat yang penuh dengan perdamaian, kekuatannya akan berkurang namun rasa spontanitas serta inisiatif semakin bertambah. Organisasi sosial menjadi semacam bungkus, sedang anggota masyarakat dapat dengan leluasa pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka mengubah hubungan sosial mereka tanpa merusak kohesi sosial yang telah ada. Kesemuanya ini merupakan elemen di mana rasa simpati dan seluruh pengetahuan yang ada di dalam kelompok sosial merupakan kekuatan tersendiri bagi masyarakat primitif.
- Perubahan dari semangat militerisme menjadi semangat industrialisme. Semangat kerja keras tergantung pada luasnya tenaga antara kelompok masyarakat yang ada serta kelompok masyarakat tetangganya, antara ras dalam suatu masyarakat yang ada serta masyarakat yang lain, antara masyarakat pada umumnya serta lingkungan fisis yang ada. Akhirnya semangat kerja keras yang disertai dengan penuh rasa perdamaian tak dapat dicapai sampai keseimbangan bangsa-bangsa serta ras-ras yang ada tercapai lebih dahulu.
- Di dalam masyarakat, seperti pada kelompok masyarakat lain tertentu, luasnya perbedaan serta jumlah kompleksitas segenap proses evolusi tergantung pada nilai proses integrasi. Semakin lambat nilai integrasinya, semakin lengkap dan memuaskan jalan evolusi itu.